WELCOME TO MY BLOG ~ SEMOGA BERMANFAAT - MOHON TINGGALKAN PESAN

Jumat, 20 Januari 2012


1. Pendahuluan
Pada dasarnya pendidikan jasmani menurut Djamil (1995:1) ialah suatu bagian dari pendidikan secara keseluruhan yang mengutamakan aktivitas jasmani dan pembinaan hidup sehat untuk pertumbuhan dan pengembangan jasmani, mental, sosial, serta emosional yang serasi, selaras dan seimbang.  Hasil yang diharapkan dari pendidikan jasmani adalah selain penguasaan berbagai keterampilan gerak dasar juga kondisi fisik atau derajat sehat yang baik, sehingga dihasilkan tingkat kebugaran jasmani yang prima.
Fungsi pendidikan jasmani menurut Purnomo (Buletin Kesjas Edisi 2/th II/1995:8), yaitu : (1) meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tubuh yang meliputi kebugaran jasmani dan kesehatan, (2) meningkatkan ketangkasan dan keterampilan, (3) meningkatkan pengetahuan dan kecerdasan, (4) menambah kehidupan sosial yang kreatif dan rekreatif.  Tingkat kebugaran jasmani yang prima ini akan membantu memudahkan bagi siswa dalam mempelajari semua mata pelajaran yang ada di bangku sekolah.
Hasil penelitian yang disajikan pada Lokakarya Institut Nasional dari Kesehatan Mental Amerika Serikat tahun 1984 di antaranya, bahwa kebugaran jasmani secara positif berhubungan dengan kesehatan mental dan kesehatan keseluruhan dari seseorang (Kathleen 1992:143). Penelitian yang dipimpin oleh Bowers dari Universitas Bowling Green, menunjukkan setelah 10 minggu berjalan atau jogging, mereka yang berusia lanjut ternyata mempunyai daya ingat yang lebih baik serta daya pikir yang lebih tajam.  Penelitian ini menunjukkan bahwa segera setelah berolahraga, kesadaran mentalnya dan kemampuan berpikirnya dapat diperbaiki (Kathleen, 1992:142).
Purnomo (Buletin Kesjas Edisi 2/Th.II/1995;13)  dalam penelitian dari 20 SMP di 4 Propinsi ( Jatim, Bali, D.I.Y, dan Sulsel) diperoleh kesimpulan bahwa tingkat kebugaran jasmani yang baik, berpengaruh positif terhadap prestasi belajar. Hal ini terbukti dari hasil tes kebugaran jasmani dan nilai hasil belajar yang diambil dari 10 mata pelajaran. Setelah diklasifikasikan hasilnya menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara siswa yang mempunyai prestasi belajar baik dengan tingkat kebugaran jasmani baik.  
Wiranto (1997;4), menyatakan bahwa kecerdasan emosional dapat dikembangkan melalui pendidikan jasmani dan olahraga. Inti sari pengertian kecerdasan emosional menurut Rusli (1997), mencakup empat aspek yaitu pengendalian diri, kerajinan, keuletan dan kemampuan untuk memotivasi diri sendiri. Kesimpulannya bahwa kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor internal dalam menentukan keberhasilan belajar siswa.
Dukungan kebugaran jasmani sangat diperlukan oleh para siswa sekolah untuk  dapat mengikuti proses pembelajaran setiap hari yang rata-rata membutuhkan waktu lima jam. Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa pendidikan jasmani memang sangat dibutuhkan oleh para siswa sekolah untuk meningkatkan dan menjaga kebugaran jasmani. Menurut Wiranto (1997:3), kecerdasan dan kreatifitas yang diperoleh melalui olahraga hendaknya melekat pada kepribadian dan kemampuan seseorang.
Peningkatan kebugaran jasmani diharapkan dapat ditransfer secara positif ke dalam kemampuan belajar kognitif. Hal ini diharapkan tercermin dari meningkatnya hasil prestasi belajar siswa dalam proses pembelajaran matematika,  ilmu pengetahuan alam (MIPA) dan ilmu pengetahuan sosial (IPS), yang perlu dibuktikan dalam penelitian ini.
Melalui Pendidikan Jasmani dan olahraga, diharapkan para siswa dapat lebih mudah menguasai konsep-konsep dan keterampilan yang lainnya, sehingga terjadi transfer hasil belajar pendidikan jasmani yang positif terhadap penguasaan konsep-konsep dan keterampilan bidang studi lainnya. Pendidikan jasmani dengan pengayaan program kurikuler diharapkan akan sangat bermakna dalam peningkatan kebugaran jasmani guna mendukung pencapaian prestasi belajar pada umumnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang : apakah ada pengaruh kebugaran jasmani dengan peningkatan prestasi  belajar MIPA dan IPS pada siswa SD “. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kebugaran jasmani terhadap peningkatan prestasi belajar MIPA dan IPS pada siswa SD.  Manfaat penelitian adalah (1) untuk mengembangkan proses pembelajaran pendidikan jasmani secara optimal guna menghasilkan tingkat kebugaran jasmani yang prima guna mendukung prestasi belajar kognitif. (2) membantu  pengembangan kondisi fisik dan hasil prestasi belajar kognitif.
Ada beberapa teori yang layak diadopsi di antaranya adalah teori fisiologis, teori motorik, transfer belajar dan kontribusi pendidikan jasmani terhadap perkembangan kognitif.  Teori fisiologis meliputi berikut ini. (a) Sistem endogenous opioids yaitu sistem hormon yang berfungsi sebagai morpin, yakni reseptor dari sistem ini terdapat di dalam hypothalamus dan sistem limbik otak, yang daerah tersebut berhubungan dengan emosi dan tingkah laku manusia. Sistem hormon endogenous opioids, salah satunya ialah beta-endorpin yang berfungsi mengurangi rasa nyeri, memberikan kekuatan menghadapi kanker dan juga menambah daya ingat.  Saat berolahraga kelenjar pituari menambah produksi beta-endorpin dan hasilnya kosentrasi beta-endorpin naik di dalam darah yang dialirkan juga ke otak, sehingga dapat mengurangi rasa nyeri, cemas, depresi dan keletihan, (b). Gelombang otak alpha, yaitu selama berolahraga ada penambahan gelombang alpha di otak.  Bertambahnya kekuatan gelombang alpha di otak memberikan kontribusi terhadap berkurangnya kecemasan dan depresi. (c) Sistem saraf otak, penyalur saraf otak (neurotransmitter) seperti norepinephrine (NE) dan serotine (5-HT) terlibat dalam depresi dan schizophrenia.  Depresi berhubungan dengan berkurangnya NE di dalam otak, atau terganggunya NE atau 5-HT pada saat seseorang mengalami depresi. Olahraga dapat menambah NE dan 5-HT dalam otak, sehingga dapat mengatasi depresi (Kathleen, 1992: 144-145). (d) Sinapsis adalah persambungan antara dua neuron yakni akson membuat kontak dengan dendrite atau badan sel dari neuron lainnya.  Pembesaran serat akson pada titik kontak dikenal sebagai sinaptik knop, yaitu suatu basis yang memungkinkan peningkatan transmisi pada sinapsis yang melibatkan belajar terjadi karena pembesaran sinaptik knop tersebut (Donald, dalam Andi, 1968:124). 
Sinapsis merupakan perangkat untuk meneruskan impuls dari satu sel ke sel lain yang  dapat ditemui pada hubungan antara sel saraf dan sel saraf atau sel saraf dengan sel otot.  Hubungan antara  sel saraf dengan sel otot kerangka dinamakan neuromuscular junction.  Jin Jichun, (2000) mengatakan bahwa bahan dasar kecerdasan adalah sistem saraf dalam bentuk yang paling sempurna adalah otak, berhubungan erat dengan pergerakan otot, otot halus dan otot jantung. Olahraga tidak hanya membentuk lengan, tungkai dan menguatkan organ-organ tubuh bagian dalam, tetapi juga memperkokoh pondasi bagi kecerdasan.
Berdasarkan teori-teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa kegiatan pendidikan jasmani/olahraga berdasarkan sistem endogenous opioids, gelombang otak alpha, sistem saraf otak dan sinapsis dapat menenangkan pikiran, mengurangi kecemasan, depresi  memperbaiki daya ingat, dan memperkokoh pondasi bagi kecerdasan.
Teori motorik Kephart (Nurhasan 1998: 35-36) mengatakan bahwa setiap kalimat atau gerakan tangan menghasilkan stimulasi arus balik yang menciptakan aksi berikutnya, dalam satu seri reaksi, sehingga sebagai pengganti ideasi (proses pembentukan ide) apa yang dimiliki adalah suatu seri reaksi-reaksi stimulus respon. Konsepsi yang dikembangkan sekitar arus balik sensori tetap valid dan penting untuk memahami tingkah laku yang berseri.
   Kontribusi aktivitas fisik terhadap perkembangan kognitif anak merupakan rangsangan untuk meningkatkan kemampuan berfikir dan dapat menjadikan faktor penguatan kemampuan akademis anak, karena pada dasarnya ketiga ranah (kognitif, psikomotor dan afektif saling terkait satu sama lainnya (Gabbard, dkk dalam Furqon,  1997:7).
Transfer belajar adalah pengaruh hasil belajar yang telah diperoleh pada waktu yang lalu terhadap proses dan hasil belajar yang dilakukan kemudian. Hakikat teori transfer belajar adalah merupakan peristiwa yang mencerminkan fungsi manusia sebagai suatu keseluruhan.  Tujuan transfer belajar ialah menerapkan apa yang telah dipelajari itu dibuat umum sifatnya (Slameto, 1988:120; Ratna, 1988:176).
2. Metode Penelitian
Jenis penelitian tergolong kuasi eksperimen dengan memberikan perlakuan pelatihan senam erobik untuk meningkatkan kebugaran jasmani siswa sebanyak 2 kali perminggu selama satu catur wulan pada kelompok perlakuan. Rancangan penelitian menggunakan “Control group pre test – post test design”
Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas V SDN 3,4 dan 7 Banjar Jawa Singaraja berjumlah 115 siswa yang terdiri dari 65 siswa putra dan 50 siswa putri. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, sedangkan penempatan sampel dengan cara penjodohan.  Sampel 60 orang terdiri dari 30 orang putra dan 30 orang putri kelas V SDN 3, 4 dan 7 Banjar Jawa Singaraja yang berada di kelompok tengah. Pemilihan sampel khusus-nya kelas V SD (usia 10-11 tahun) menurut Watson (1992) walaupun perbedaan individu itu muncul pada pertumbuhan dan kematangan, pada dasarnya sedikit alasan yang memaksakan pemisahan jenis kelamin untuk aktivitas olahraga sampai kira-kira usia 14 tahun. Rusli (1993:45) menyatakan bahwa setelah masa puber terjadi perbedaan kapasitas daya tahan anak laki-laki dan anak perempuan.  Kesimpulannya tidak ada pemisahan aktivitas olahraga apalagi yang sasarannya adalah kemampuan daya tahan umum pada siswa sekolah dasar.
Ketentuan kelompok tengah adalah mereka yang berada di antara 25 % kelompok teratas dan 25 % kelompok terbawah, yang persentase tersebut ditentukan setelah melalui penyusunan urutan nilai mata pelajaran IPS dan MIPA pada catur wulan I.  Dipilihnya kelompok tengah karena kelompok ini masih terbuka peluang menurun atau meningkat prestasi belajarnya. 
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara mengadakan tes dan pengukuran.  Untuk mengukur kebugaran jasmani digunakan tes kebugaran jasmani Indonesia untuk sekolah dasar dari pusat kebugaran jasmani dan rekreasi dengan tingkat reliabilitas 0,89 dan validitas 0,92 ( Depdikbud, 1986).  Pengukuran prestasi belajar pada mata pelajaran IPS dan MIPA diambil dari daftar nilai catur wulan I dan II.  Komponen penilaian meliputi: penilaian hasil pengamatan (a), penilaian hasil pekerjaan rumah (b) kemudian dirata-rata ( X ), penilaian hasil ulangan harian (Y) diberi bobot 1 dan hasil penilaian tes sumatif (P) diberi bobot 2. Komponen penilaian tersebut diformulasikan untuk menghasilkan nilai akhir (N). N = ( X + Y + 2P) : 4, yakni 4 adalah jumlah bobot (Depdikbud. 1999).
Metode pengolahan data menggunakan uji statistik nonparametrik dengan tes Ranking bertanda Wilcoxon  ( Sidney Siegal, 1997:93) dengan a = 0,01.

3. Hasil dan Pembahasan.
3.1 Hasil Penelitian.
3.1.1 Hasil Analisis Pengaruh Kebugaran Jasmani terhadap Prestasi Belajar  IPS  pada Siswa Kelompok Kontrol.
Analisis pengaruh kebugaran jasmani terhadap prestasi belajar  IPS pada siswa kelompok kontrol akan menguji hipotesis nol (Ho) yang menyatakan bahwa kebugaran jasmani berkategori kurang tidak berpengaruh terhadap peningkatan skor rerata prestasi belajar IPS pada siswa kelompok kontrol. Pengujian Ho menggunakan uji statistik nonparametrik dengan tes Ranking bertanda Wilcoxon, yang kriteria penolakan Hadalah jika harga t observasi < harga kritis t pada taraf signifikan untuk tes dua sisi sebesar 0,01.
Dari hasil penghitungan telah diperoleh harga t observasi = 90, dengan a = 0,01 untuk tes dua sisi dan n = 15 diperoleh harga kritis t = 16.  Jadi t observasi > harga kritis t, maka Ho diterima. Simpulan yang diperoleh adalah kebugaran jasmani berkategori kurang tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan skor rerata prestasi belajar IPS pada siswa kelompok kontrol. Siswa yang kebugaran jasmani berkategori kurang skor rerata prestasi belajar IPS pada cawu I = 53 tidak berbeda secara signifikan dengan skor rerata prestasi belajar IPS cawu II = 50,27. Hal ini menunjukkan penurunan prestasi belajar.  
3.1.2  Hasil Analisis Pengaruh Kebugaran Jasmani terhadap Prestasi Belajar IPS pada Siswa Kelompok Perlakuan.
Analisis pengaruh kebugaran jasmani terhadap prestasi belajar  IPS pada siswa kelompok perlakuan ini akan menguji Ho yang menyatakan bahwa kebugaran jasmani berkategori sedang tidak berpengaruh terhadap peningkatan skor rerata prestasi belajar IPS pada siswa kelompok perlakuan. Pengujian Ho menggunakan uji statistik nonparametrik dengan uji Wilcoxon, yang kriteria penolakan Hadalah jika harga t observasi < harga kritis t pada taraf signifikan untuk tes dua sisi sebesar 0,01. 
Dari hasil penghitungan telah diperoleh harga t observasi = 0, dengan a = 0,01 untuk tes dua sisi dan n = 15 diperoleh harga kritis t = 16.  Jadi t observasi < harga kritis t, maka Hditolak. Simpulan yang diperoleh adalah kebugaran jasmani berkategori sedang  berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan skor rerata prestasi belajar IPS pada siswa kelompok perlakuan.  Siswa yang kebugaran jasmani berkategori sedang skor rerata prestasi belajar IPS pada cawu I = 52,93 berbeda secara signifikan dengan skor rerata prestasi belajar IPS cawu II = 59,93. Hal ini menunjukkan ada peningkatan prestasi belajar secara signifikan.  
3.1.3        Ringkasan Hasil Pengaruh Kebugaran Jasmani terhadap Prestasi Belajar IPS.
Tabel 01.  Ringkasan Hasil Pengaruh Kebugaran Jasmani terhadap Prestasi Belajar IPS.
Kelompok
Kelompok Kontrol
(Kategori kebugaran jasmani  kurang)
Kelompok Perlakuan
(Kategori kebugaran jasmani sedang)
Cawu
Cawu I
Cawu II
Beda
Cawu I
Cawu II
Beda
Rerata
53
50,27
-2,73
52,93
59,93
6,99
Signifikansi
Tidak Signifikansi
Signifikansi

3.1.4        Hasil Analisis Pengaruh Kebugaran Jasmani terhadap Prestasi Belajar  MIPA pada Siswa Kelompok Kontrol.
Analisis pengaruh kebugaran jasmani terhadap prestasi belajar  MIPA pada siswa kelompok kontrol menguji  Ho  yang menyatakan bahwa kebugaran jasmani berkategori kurang tidak berpengaruh terhadap peningkatan skor rerata prestasi belajar MIPA pada siswa kelompok kontrol.  Pengujian Ho  tersebut menggunakan uji statistik nonparametrik dengan uji Wilcoxon, yang kriteria penolakan Hadalah jika harga t observasi < harga kritis t pada taraf signifikan untuk tes dua sisi sebesar 0,01. 
Dari hasil penghitungan telah diperoleh harga t observasi = 55, dengan a = 0,01 untuk tes dua sisi dan n = 15 diperoleh harga kritis t = 16.  Jadi t observasi > harga kritis t, maka Hditerima.  Simpulan yang diperoleh adalah kebugaran jasmani berkategori kurang tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan skor rerata prestasi belajar MIPA pada siswa kelompok kontrol. Siswa yang kebugaran jasmani berkategori kurang skor rerata prestasi belajar MIPA pada cawu I = 50,80 tidak berbeda signifikan dengan skor rerata prestasi belajar IPS cawu II = 50,55. Hal ini menunjukkan ada penurunan prestasi belajar.  
 3.1.5 Hasil Analisis Pengaruh Kebugaran Jasmani terhadap Prestasi Belajar  MIPA pada Siswa Kelompok Perlakuan.
Analisis pengaruh kebugaran jasmani terhadap prestasi belajar  MIPA pada siswa kelompok perlakuan menguji Ho yang menyatakan bahwa kebugaran jasmani berkategori sedang tidak berpengaruh terhadap peningkatan skor rerata prestasi belajar MIPA pada siswa kelompok perlakuan. Pengujian Ho  menggunakan uji statistik nonparametrik dengan uji Wilcoxon, yang kriteria penolakan Hadalah jika harga t observasi < harga kritis t pada taraf signifikan untuk tes dua sisi sebesar 0,01.
Dari hasil penghitungan telah diperoleh harga t observasi = 0, dengan a = 0,01 untuk tes dua sisi dan n = 15 diperoleh harga kritis t = 16.  Jadi t observasi < harga kritis t, maka Hditolak. Simpulan yang diperoleh adalah kebugaran jasmani berkategori sedang  berpengaruh signifikan terhadap peningkatan skor rerata prestasi belajar MIPA pada siswa kelompok perlakuan.  Siswa yang kebugaran jasmani berkategori sedang skor rerata prestasi belajar MIPA pada cawu I = 50,70 berbeda signifikan dengan skor rerata prestasi belajar IPS cawu II = 55,75. Hal ini menunjukkan ada peningkatan prestasi belajar secara signifikan.  
3.1.6 Ringkasan Hasil Pengaruh Kebugaran Jasmani terhadap Prestasi Belajar MIPA
Tabel 02.  Ringkasan Hasil Pengaruh Kebugaran Jasmani terhadap Prestasi Belajar MIPA.
Kelompok
Kelompok Kontrol
(Kategori kebugaran jasmani kurang)
Kelompok Perlakuan
(Kategori kebugaran jasmani sedang)
Cawu
Cawu I
Cawu II
Beda
Cawu I
Cawu II
Beda
Rerata
50,80
50,55
-0,25
50,75
55,75
5,01
Signifikansi
Tidak Signifikansi
Signifikansi

3.2      Pembahasan Hasil Penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian ini, ternyata ada pengaruh yang signifikan dari meningkatnya kategori kebugaran jasmani siswa terhadap meningkatnya prestasi belajar IPS/MIPA pada siswa kelompok perlakuan.  Hubungan ini disebabkan oleh kebugaran jasmani merupakan pra-kondisi siswa untuk menghadapai kesiapan belajar. Peningkatan kebugaran jasmani secara langsung berpengaruh terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan prestasi belajar. Faktor ini menurut beberapa ahli psikologi pendidikan    (Roestiyah, 1982; Usman dan Juhaya, 1993; Ngalim, 1998; dan Abin, 1998) antara lain, disebabkan oleh: faktor siswa beserta karakteristiknya, baik bersifat fisiologis (kondisi fisik dan panca indra) maupun psikologis (minat, tingkat kecerdasan, bakat, motivasi dan kemampuan kognitif).  
Simpulan yang diperoleh yakni kondisi fisik yaitu kebugaran jasmani merupakan salah satu faktor penyebab meningkatkannya konsentrasi dan daya tahan belajar, sehingga membawa dampak terhadap meningkatnya aspek-aspek kondisi psikologis.  Meningkatnya kedua faktor tersebut merupakan penyebab terjadinya peningkatan prestasi belajar IPS dan MIPA. 
Berdasarkan teori fisiologis yang meliputi berikut ini. (a) Sistem endogenous opioids, yakni saat berolahraga kelenjar pituari menambah produksi beta-endorpin dan hasilnya kosentrasi beta-endorpin naik di dalam darah yang dialirkan juga ke otak, sehingga dapat mengurangi rasa nyeri, cemas, depresi dan keletihan. (b) Gelombang otak alpha, yaitu selama berolahraga ada penambahan gelombang alpha di otak.  Bertambahnya kekuatan gelombang alpha di otak memberikan kontribusi terhadap berkurangnya kecemasan dan depresi. (c) Sistem saraf otak, yakni depresi dan schizophrenia berhubungan dengan berkurangnya norepinephrine (NE) di dalam otak, atau terganggunya NE atau serotine (5-HT) pada saat seseorang mengalami depresi dan schizophrenia. Olahraga dapat menambah NE dan 5-HT dalam otak, sehingga dapat mengatasi depresi dan schizophrenia (Kathleen, 1992: 144-145). (d) Sinapsis adalah persambungan antara dua neuron yakni akson membuat kontak dengan dendrite atau badan sel dari neuron lainnya.  Pembesaran serat akson pada titik kontak dikenal sebagai sinaptik knop, yaitu suatu basis yang memungkinkan peningkatan transmisi pada sinapsis yang melibatkan belajar terjadi karena pembesaran sinaptik knop tersebut (Donald, dalam Andi, 1968:124).  Bahkan Jin Jichun (2000) mengatakan bahwa bahan dasar dari kecerdasan adalah sistem saraf dalam bentuk yang paling sempurna adalah otak, berhubungan erat dengan pergerakan otot, otot halus dan otot jantung. Olahraga tidak hanya membentuk lengan, tungkai dan menguatkan organ-organ tubuh bagian dalam, tetapi juga memperkokoh pondasi bagi kecerdasan.
Dari teori fisiologis tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan pendidikan jasmani/olahraga berdasarkan sistem endogenous opioids, gelombang otak alpha, sistem saraf otak dan sinapsis dapat menenangkan pikiran, mengurangi kecemasan, depresi  memperbaiki daya ingat, dan memperkokoh pondasi bagi kecerdasan.
Teori motorik Kephart (Nurhasan 1998: 35-36) mengatakan bahwa setiap kalimat atau gerakan tangan menghasilkan stimulasi arus balik yang menciptakan aksi berikutnya, dalam satu seri reaksi, sehingga sebagai pengganti ideasi apa yang dimiliki adalah suatu seri reaksi-reaksi stimulus respon.  Sehingga konsepsi yang dikembangkan sekitar arus balik sensori tetap valid dan penting untuk memahami tingkah laku yang berseri.
            Kontribusi aktivitas fisik terhadap perkembangan kognitif anak merupakan rangsangan untuk meningkatkan kemampuan berfikir dan dapat menjadikan faktor penguatan kemampuan akademis anak, karena pada dasarnya ketiga ranah (kognitif, psikomotor dan afektif) saling terkait satu sama lainnya (Gabbard, dkk dalam Furqon 1997:7).
Transfer belajar adalah pengaruh hasil belajar yang telah diperoleh pada waktu yang lalu terhadap proses dan hasil belajar yang dilakukan kemudian.  Hakikat teori transfer belajar adalah merupakan peristiwa yang mencerminkan fungsi manusia sebagai suatu keseluruhan.  Tujuan transfer belajar ialah menerapkan apa yang telah dipelajari itu dibuat umum sifatnya, (Slameto, 1988:120; Ratna, 1988:176).
Penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan kebugaran jasmani siswa secara langsung berhubungan dengan peningkatan prestasi belajar siswa.  Hal ini disebabkan oleh peningkatan kebugaran jasmani berpengaruh terhadap meningkatnya derajat sehat, daya tahan belajar, kemampuan konsentrasi, motivasi belajar, minat belajar, kemampuan daya ingat, merespon pelajaran, kemampuan kinerja siswa serta produktivitas siswa dalam menghadapi tugas sehari-hari sebagai pelajar.

4. Penutup
            Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan.  (1) Prestasi belajar IPS dan MIPA pada siswa kelompok kontrol yang tingkat kebugaran jasmani berada pada kategori kurang tidak menunjukkan peningkatan prestasi belajar.  (2)  Prestasi belajar IPS dan MIPA pada siswa kelompok perlakuan yang tingkat kebugaran jasmani berada pada kategori sedang  menunjukkan peningkatan prestasi belajar secara signifikan.
            Dari hasl penelitian dan pembahasan dapat dikemukakan saran sebagai berikut.  (1)  Kepala sekolah agar mengeluarkan kebijakan tentang pentingnya pembinaan kebugaran jasmani bagi siswanya, karena kebugaran jasmani merupakan pra-kondisi untuk kesiapan belajar.  (2)  Para guru harus selalu memperhatikan latihan fisik yang dapat meningkatkan kebugaran jasmani dan mampu merangsang meningkatkan prestasi belajar kognitif.

DAFTAR PUSTAKA.

Abin Syamsuddin Makmun. 1998. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Andi Mappiare. 1968. Psikologi. Surabaya: Usaha Nasional.
Djamil Ibrahim. 1995. Makalah: Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta: Balitbang Depdikbud.
Depdikbud. 1986. Tes Kesegaran Jasmani Indonesia Untuk SD. Jakarta: Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi.
Depdikbud.  1999.  Buku Induk Penilaian Hasil Belajar Siswa SDN 3, 4, dan 7 Banjar Jawa Singaraja. 
Furqon. 1997. Makalah: Identifikasi dan Pengembangan Indikator Kualitas SDM Indonesia Dalam Kaitannya Dengan Pemberdayaan Pendidikan dan Olahraga Di Lembaga Pendidikan. Bandung: IKA IKIP Bandung.
Jin Jichun. 2000. Facing The 21ST Century And Bringing up High-Quality Sport Talented Personel.  Beijimg: Third Asia-Pacifik Conggres of Sport and Physical Education University Presidents.
Kathleen Jonathan. 1992.  Olahraga Sumber Kesehatan. Bandung: Advent Indonesia. 
Ngalim Purwanto. 1998.  Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurhasan. 1998. Thesis: Pengaruh Senam Kebugaran Jasmani terhadap Kapasitas erobik dan Prestasi BelajarKognitif Pada Siswa  SD. Bandung: PPS IKIP Bandung.
Purnomo Ananto. 1995. Buletin Kesegaran Jasmani Edisi 2/tahun II: Pengaruh Kesegaran Jasmani Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMP. Jakarta: Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi Depdikbud.
Ratna Willis. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta:Erlangga.
Roestiyah. 1982.  Masalah Ilmu Keguruan. Jakarta: IKIP Jakarta.
Rusli Lutan. 1993. Laporan Penelitian: Pengembangan Model Pentahapan Tugas Gerak Olahraga Untuk Jenjang Pendidikan Dasar.  Bandung: FPOK IKIP Bandung.
Sidney Siegal. 1997. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: PT Gramedia.
Slameto. 1988. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Bina Aksara.
Usman Effendi dan Juhaya S. Praja. 1993. Pengantar Psikologi.  Bandung: Angkasa.
Watson.  1992. Science and Medicine in Sport. Australia: Published with support of the Australian Sports Commission.
Wiranto Arismunandar. 1997. Makalah: Masa Depan Penjas dan Olahraga Di Indonesia. Bandung, IKA IKIP Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar