BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Peran Kepribadian Guru
Ngalim Purwanto (1980:169) menegaskan peran guru
adalah terciptanya serangkaian tingkah yang saling berkaitan yang dilakukan
dalam situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku
dan perkembangan siswa yang menjadi tujuannya. Guru sekolah yang tugas
pekerjaannya kecuali mengajar, memberikan macam – macam ilmu pengetahuan dan
keterampilan kepada anak – anak juga mendidik pekerjaan. sebagai guru adalah
pekerjaan yang luhur dan mulia baik ditinjau dari sudut masyarakat dan Negara
ataupun ditinjau dari sudut keagamaan. Guru sebagai pendidik adalah seseorang
yang berjasa besar terhadap masyarakat dan Negara sehingga tidak salah pepatah
mengatakan bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa.
Menurut Cleife (dalam Syah, 2000:252) guru adalah pemegang hak otoritas
atas cabang- cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pendidikan
walaupun begitu tugas guru tidak hanya menuangkan ilmu pengetahuan ke dalam
otak para siswa tetapi melatih ketrampilan (ranah karsa) dan menanamkan sikap
serta nilai (ranah rasa) kepada mereka.
Prey Katz menggambarkan peran guru sebagai komunikator, sahabat yang
dapat memberikan nasehat- nasehat, motivator, sebgai pemberi inspirasi dan
dorongan, pembimbing dalam pengembangan sikap dan tingkah laku serta nilai-
nilai.
B.
Peranan dan Tugas Guru
Dalam proses belajar mengajar, guru
mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi
siswa untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab uuntuk melihat
segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan
siswa. Penyampaian materi pelajaran hanyalah merupakan salah satu dari berbagai
kegiatan dalam belajar sebagai suatu proses yang dinamis dalam segala fase dan
proses perkembangan siswa. Secara
lebih terperinci tugas guru berpusat pada:
- Mendidik
dengan titik berat memberikan arah dan motifasi pencapaian tujuan baik
jangka pendek maupun jangka panjang.
- Membantu
perkembangan aspek – aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai, dan
penyusuaian diri, demikianlah dalam proses belajar mengajar guru tidak
terbatas sebagai penyampai ilmu pengetahuan akan tetapi lebih dari itu ia
bertanggung jawab akan keseluruhan perkembangan kepribadian siswa ia harus
mampu menciptakan proses belajar yang sedemikian rupa sehingga dapat
merangsang siswa muntuk belajar aktif dan dinamis dalam memenuhi kebutuhan
dan menciptakan tujuan. (Slameto,
2002)
Begitu
pentignya peranan guru dalam keberhasilan peserta didik maka hendaknya guru
mampu beradaptasi dengan berbagai perkembangan yang ada dan meningkatkan
kompetensinya sebab guru pada saat ini bukan saja sebagai pengajar tetapi juga
sebagai pengelola proses belajar mengajar. Sebagai orang yang mengelola proses
belajar mengajar tentunya harus mampu meningkatkan kemampuan dalam membuat
perencanaan pelajaran, pelaksanaan dan pengelolaan pengajaran yang efektif,
penilain hasil belajar yang objektif, sekaligus memberikan motivasi pada peserta
didik dan juga membimbing peserta didik terutama ketika peserta didik sedang
mengalami kesulitan belajar.
Salah
satu tugas yang dilaksanakan guru disekolah adalah memberikan pelayanan kepada
siswa agar mereka menjadi peserta didik yang selaras dengan tujuan sekolah. Guru
mempengaruhi berbagai aspek kehidupan baik sosial, budaya maupun ekonomi. Dalam
keseluruhan proses pendidikan, guru merupakan faktor utama yang bertugas
sebagai pendidik. Guru harus bertanggung jawab atas hasil kegiatan belajar anak
melalui interaksi belajar mengajar. Guru merupakan faktor yang mempengaruhi
berhasil tidaknya proses belajar dan karenya guru harus menguasai
prinsip-prinsip belajar di samping menguasai materi yang disampaikan dengan
kata lain guru harus menciptakan suatu konidisi belajar yang sebagik-baiknya
bagi poeserta didik, inilah yang tergolong kategori peran guru sebagai
pengajar.
Disamping peran sebagai pengajar, guru
juga berperan sebagai pembimbing artinya memberikan bantuan kepada setiap
individu untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk
melakukan penyesuan diri secara maksimal terhadap sekolah. Hal ini sesuai
dengan pendapat Oemar H (2002) yang mengatakan bimbingan adalah proses
pemberian bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri dan
pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara
maksimal terhadap sekolah, keluarga serta masyarakat.
Sehubungan
dengan perananya sebagai pembimbing, seorang guru harus :
- Mengumpulkan data tentang siswa.
- Mengamati
tingkah laku siswa dalam situasi sehariu-hari.
- Mengenal
para siswa yang memerlukan bantuan khusus.
- Mengadakan
pertemuan atau hubungan dengan orang tua siswa, baik secara individu
maupun secara kelompok, untuk memperoleh saling pengertian tentang
pendidikan anak.
- Bekerjasama
dengan masyarakat dan lembaga-lembaga lainya untuk membantu memecahkan
masalah siswa.
- Membuat
catatan pribadi siswa serta menyiapkannya dengan baik.
- Menyelenggarakan
bimbingan kelompok atau individu.
- Bekerjasama
dengan petugas-petugas bimbingan lainnya untuk membantu memecahkan masalah
siswa.
- Menyusun
program bimbingan sekolah bersama-sama dengan petugas bimbingan lainnya.
- Meneliti
kemajuan siswa, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Peran guru sebagai pengajar dan sebagai
pembing memiliki keterkaitan yang sangat erat dan keduanya dilaksanakan secara
berkesinambungan dan sekaligus berinterpenetrasi dan merupakan keterpaduan
antara keduanya. Para pakar pendidikan di Barat telah melakukan penelitian
tentang peran guru yang harus dilakoni. Peran guru yang beragam telah
diidentifikasi dan dikaji oleh Pullias dan Young (1988), Manan (1990) serta
Yelon dan Weinstein (1997). Adapun peran-peran tersebut adalah sebagai berikut
:
1.
Guru Sebagai Pendidik
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan
identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru
harus memiliki standar kualitas tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa,
mandiri dan disiplin.
2.
Guru Sebagai Pengajar
Kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai
faktor, seperti motivasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan guru,
kemampuan verbal, tingkat kebebasan, rasa aman dan keterampilan guru dalam
berkomunikasi. Jika faktor-faktor di atas dipenuhi, maka melalui pembelajaran
peserta didik dapat belajar dengan baik. Guru harus berusaha membuat sesuatu
menjadi jelas bagi peserta didik dan terampil dalam memecahkan masalah.
3.
Guru Sebagai Pembimbing
Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan,
yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggungjawab atas kelancaran
perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik
tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral dan spiritual yang
lebih dalam dan kompleks.
Sebagai pembimbing perjalanan, guru memerlukan kompetensi yang tinggi untuk melaksanakan empat hal berikut:
Sebagai pembimbing perjalanan, guru memerlukan kompetensi yang tinggi untuk melaksanakan empat hal berikut:
·
Pertama, guru harus merencanakan tujuan
dan mengidentifikasi kompetensi yang hendak dicapai.
·
Kedua, guru harus melihat keterlibatan peserta
didik dalam pembelajaran, dan yang paling penting bahwa peserta didik
melaksanakan kegiatan belajar itu tidak hanya secara jasmaniah, tetapi mereka
harus terlibat secara psikologis.
·
Ketiga, guru harus memaknai kegiatan
belajar.
·
Keempat, guru harus melaksanakan
penilaian.
4.
Guru Sebagai Pelatih
Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan
keterampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk
bertindak sebagai pelatih. Hal ini lebih ditekankan lagi dalam kurikulum 2004 yang
berbasis kompetensi, karena tanpa latihan tidak akan mampu menunjukkan
penguasaan kompetensi dasar dan tidak akan mahir dalam berbagai keterampilan
yang dikembangkan sesuai dengan materi standar.
5.
Guru Sebagai Penasehat
Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik juga
bagi orang tua, meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat
dan dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasehati orang.
Peserta didik senantiasa berhadapan dengan kebutuhan
untuk membuat keputusan dan dalam prosesnya akan lari kepada gurunya. Agar guru
dapat menyadari perannya sebagai orang kepercayaan dan penasihat secara lebih
mendalam, ia harus memahami psikologi kepribadian dan ilmu kesehatan mental.
6.
Guru Sebagai Pembaharu (Inovator)
Guru menerjemahkan pengalaman yang telah lalu ke dalam
kehidupan yang bermakna bagi peserta didik. Dalam hal ini, terdapat jurang yang
dalam dan luas antara generasi yang satu dengan yang lain, demikian halnya
pengalaman orang tua memiliki arti lebih banyak daripada nenek kita. Seorang
peserta didik yang belajar sekarang, secara psikologis berada jauh dari
pengalaman manusia yang harus dipahami, dicerna dan diwujudkan dalam
pendidikan.
Tugas guru adalah menerjemahkan kebijakan dan pengalaman
yang berharga ini kedalam istilah atau bahasa moderen yang akan diterima oleh
peserta didik. Sebagai jembatan antara generasi tua dan genearasi muda, yang
juga penerjemah pengalaman, guru harus menjadi pribadi yang terdidik.
7.
Guru Sebagai Model dan Teladan
Guru merupakan model atau teladan bagi para peserta didik
dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Terdapat kecenderungan yang
besar untuk menganggap bahwa peran ini tidak mudah untuk ditentang, apalagi
ditolak. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat
sorotan peserta didik serta orang di sekitar lingkungannya yang menganggap atau
mengakuinya sebagai guru. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru :
Sikap dasar, Bicara dan gaya bicara, Kebiasaan bekerja, Sikap melalui
pengalaman dan kesalahan, Pakaian, Hubungan kemanusiaan, Proses berfikir,
Perilaku neurotis, Selera, Keputusan, Kesehatan, Gaya hidup secara umum
Perilaku guru sangat mempengaruhi peserta didik, tetapi peserta didik harus berani mengembangkan gaya hidup pribadinya sendiri.
Perilaku guru sangat mempengaruhi peserta didik, tetapi peserta didik harus berani mengembangkan gaya hidup pribadinya sendiri.
Guru yang baik adalah yang menyadari kesenjangan antara
apa yang diinginkan dengan apa yang ada pada dirinya, kemudian menyadari
kesalahan ketika memang bersalah. Kesalahan harus diikuti dengan sikap merasa
dan berusaha untuk tidak mengulanginya.
8.
Guru Sebagai Pribadi
Guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang
pendidik. Ungkapan yang sering dikemukakan adalah bahwa “guru bisa digugu dan
ditiru”. Digugu maksudnya bahwa pesan-pesan yang disampaikan guru bisa
dipercaya untuk dilaksanakan dan pola hidupnya bisa ditiru atau diteladani.
Jika ada nilai yang bertentangan dengan nilai yang
dianutnya, maka dengan cara yang tepat disikapi sehingga tidak terjadi benturan
nilai antara guru dan masyarakat yang berakibat terganggunya proses pendidikan
bagi peserta didik.
Guru perlu juga memiliki kemampuan untuk berbaur dengan
masyarakat melalui kemampuannya, antara lain melalui kegiatan olah raga,
keagamaan dan kepemudaan. Keluwesan bergaul harus dimiliki, sebab kalau tidak
pergaulannya akan menjadi kaku dan berakibat yang bersangkutan kurang bisa
diterima oleh masyarakat.
9.
Guru Sebagai Peneliti
Pembelajaran merupakan seni, yang dalam pelaksanaannya
memerlukan penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi lingkungan. Untuk itu
diperlukan berbagai penelitian, yang didalamnya melibatkan guru. Oleh karena
itu guru adalah seorang pencari atau peneliti. Menyadari akan kekurangannya
guru berusaha mencari apa yang belum diketahui untuk meningkatkan kemampuannya
dalam melaksanakan tugas. Sebagai orang yang telah mengenal metodologi tentunya
ia tahu pula apa yang harus dikerjakan, yakni penelitian.
10. Guru Sebagai
Pendorong Kreatifitas
Kreativitas merupakan hal yang sangat penting dalam
pembelajaran dan guru dituntut untuk mendemonstrasikan dan menunjukkan proses
kreatifitas tersebut. Kreatifitas merupakan sesuatu yang bersifat universal dan
merupakan ciri aspek dunia kehidupan di sekitar kita. Kreativitas ditandai oleh
adanya kegiatan menciptakan sesuatu yang sebelumnya tidak ada dan tidak
dilakukan oleh seseorang atau adanya kecenderungan untuk menciptakan sesuatu.
Akibat dari fungsi ini, guru senantiasa berusaha untuk
menemukan cara yang lebih baik dalam melayani peserta didik, sehingga peserta
didik akan menilaianya bahwa ia memang kreatif dan tidak melakukan sesuatu
secara rutin saja. Kreativitas menunjukkan bahwa apa yang akan dikerjakan oleh
guru sekarang lebih baik dari yang telah dikerjakan sebelumnya.
11. Guru Sebagai
Aktor
Sebagai seorang aktor, guru melakukan penelitian tidak
terbatas pada materi yang harus ditransferkan, melainkan juga tentang
kepribadian manusia sehingga mampu memahami respon-respon pendengarnya, dan
merencanakan kembali pekerjaannya sehingga dapat dikontrol.
Sebagai aktor, guru berangkat dengan jiwa pengabdian dan inspirasi yang dalam yang akan mengarahkan kegiatannya. Tahun demi tahun sang actor berusaha mengurangi respon bosan dan berusaha meningkatkan minat para pendengar.
Sebagai aktor, guru berangkat dengan jiwa pengabdian dan inspirasi yang dalam yang akan mengarahkan kegiatannya. Tahun demi tahun sang actor berusaha mengurangi respon bosan dan berusaha meningkatkan minat para pendengar.
12. Guru Sebagai
Emansipator
Dengan kecerdikannya, guru mampu memahami potensi peserta
didik, menghormati setiap insan dan menyadari bahwa kebanyakan insan merupakan
“budak” stagnasi kebudayaan. Guru mengetahui bahwa pengalaman, pengakuan dan
dorongan seringkali membebaskan peserta didik dari “self image” yang tidak
menyenangkan, kebodohan dan dari perasaan tertolak dan rendah diri. Guru telah
melaksanakan peran sebagai emansipator ketika peserta didik yang dicampakkan
secara moril dan mengalami berbagai kesulitan dibangkitkan kembali menjadi
pribadi yang percaya diri.
13. Guru Sebagai
Evaluator
Evaluasi atau
penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks, karena melibatkan
banyak latar belakang dan hubungan, serta variable lain yang mempunyai arti
apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan
dengan setiap segi penilaian. Teknik apapun yang dipilih, dalam penilaian harus
dilakukan dengan prosedur yang jelas, yang meliputi tiga tahap, yaitu
persiapan, pelaksanaan dan tindak lanjut.Penilaian harus adil dan objektif.
C. Pengembangan Potensi Kognitif, Fisik dan
Psikomotorik
1.
Konsep Pengembangan Potensi Kognitif
Pada dasarnya hakikat pengembangan potensi
kognitif terletak pada upaya peningkatan aspek pengamatan, mengingat, berfikir,
menciptakan serta kreativitas seseorang. Proses kognitif (cognitive processes)
meliputi perubahan pada pemikiran, intelegensi, dan bahasa individu. Memandang
benda yang berayun-ayun diatas tempat tidur bayi, merangkai satu kalimat yang
terdiri atas dua kata, menghafal syair, membayangkan seperti apa rasanya
menjadi bintang tokoh, dan memecahkan suatu tekateki silang, semuanya mencerminkan
peran proses-proses kognitif dalam pengembangannya.
Tingkat intelegensi adalah tingkat kecerdasan
yang berbeda antara satu individu dengan individu lainnya. Intelegensi
mempengaruhi cara individu menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. Semakin
cerdas seseorang, maka akan semakin mudah dan cepat ia menemukan jawaban dari
permasalahan yang dihadapinya. Pengembangan kognitif dimaksudkan agar individu
mampu mengembangkan kemampuan persepsinya, ingatan, berpikir, pemahaman
terhadap simbol, melakukan penalaran dan memecahkan masalah.Pengembangan
kognitif dipengaruhi oleh faktor hereditas, lingkungan, kematangan, minat dan
bakat, pembentukan dan kebebasan dari berbagai pengaruh sugesti.
Pengembangan kognitif peserta didik di SD
kelas rendah berkaitan erat dengan pengembangan kemampuan matematik dan
pengembangan sains permulaan. Pada pengenalan bilangan, terlebih dahulu
diperdengarkan angka dengan menyebutkan angka satu, dua, tiga dan
seterusnya.Dengan bertambahnya kecerdasan dan umur barulah diperkenalkan ke
lambang bilangan. Anak juga sering menggunakan benda sebagai simbul yang akan
membantunya dalam memahami konsep-konsep matematika yang lebih abstrak.
2.
Model Pengembangan Kognitif
Model Bloom.Taksonomi Bloom terdiri dari enam
tingkat perilaku kognitif yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis,
sintesis dan evaluasi.Model ini banyak digunakan untuk mengembangkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam kurikulum berdiferensiasi untuk anak
berbakat serta untuk merencanakan dan mengevaluasi kegiatan belajar sedemikian
hingga anak dapat mengembangkan kemampuan kognitif mereka sepenuhnya. Dengan
menggunakan taksonomi ini, guru memberikan kesempatan kepada anak untuk
memperluas proses-proses pemikiran mereka, dimana anak dapat dengan segera
mengenali cara bagaimana berpikir, pada tingkat mana pertanyaan yang mereka
ajukan dan sifat kegiatan dimana mereka terlibat.
3.
Konsep Pengembangan Potensi Fisik
Perlu kiranya diketahui bagaimana cara kita
dapat meningkatkan potensi fisik peserta didik tersebut. Pertumbuhan fisik
peserta didik berpengaruh terhadap potensi lain yang dimilikinya (kognitif,
sosial, emosi). Potensi fisik merupakan potensi yang dapat diberdayakan sesuai
fungsinya untuk berbagai kepentingan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup.Misalnya
mata untuk melihat, kaki untuk berjalan, telinga untuk mendengar dan
lain-lain.Peningkatan potensi fisik dapat dilakukan dengan pembelajaran jasmani
(olah raga) dan pemenuhan asupan gizi yang berkualitas.
Dalam kaitannya dengan peningkatan potensi
fisik peserta didik, maka antara metode pembelajaran jasmani berbanding lurus
dengan penanaman nilai gizi atau nutrisi yang seimbang. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan cara memberikan asupan gizi atau nutrisi yang seimbang dengan
latihan-latihan fisik (olah raga) yang cukup. Pembelajaran jasmani (physical
exercises) dapat meningkatkan kebugaran fisik dan mencegah penyakit pada anak.
4.
Pembelajaran Dasar Untuk Pendidikan Jasmani
Kemampuan pengelolahan tubuh merupakan
kemampuan paling dasar yang dikuasai anak bersamaan dengan berkembangnya
pengetahuan tentang tubuhnya.Termasuk di dalamnya adalah kesadaran tubuh dan
geraknya. Ke dalam bagian ini dapat dirinci hal-hal khusus seperti:
a
Kesadaran tubuh
Kesadaran tubuh menunjuk pada kemampuan untuk
mengenal nama-nama bagian tubuh yang bermacam-macam serta kemampuan untuk
mengontrol setiap bagian tersebut secara terpisah. Bagian-bagian tubuh tersebut
melibatkan tiga wilayah meliputi:
1) wilayah kepala: dahi, muka, pipi, alis,
hidung, mulut, telinga, rahang, dagu, mata,dan rambut;
2) wilayah badan bagian atas: leher, bahu, dada,
perut, lengan, tangan, siku,pergelangan, telapak, dan jari-jari; dan
3) wilayah badan bagian bawah: pinggang,
pinggul, pantat, paha, lutut, betis,pergelangan kaki, punggung kaki, tumit,
bola-bola kaki dan jari-jari.
b
Kesadaran ruang
Kemampuan kesadaran ruang menunjuk pada
posisi tubuh dikaitkan dengan ruang sekelilingnya.Ini merupakan dasar dalam
perkembangan kemampuan gerak-perseptual anak.Yang dimaksud gerak perseptual
adalah gerak yang dihasilkan oleh kemampuan anak didik untuk mengindera
rangsangan dan menentukan gerak yang sesuai untuk menjawab rangsang itu. Dalam
hal ini anak akan mengenal ruangnya sendiri, ruang secara umum, arah gerak,
jalur gerak, tingkatan, serta jarak.
5.
Pemahaman Nilai Gizi Dalam Meningkatkan Potensi
Peserta Didik
Asupan gizi yang baik dan seimbang yang
terdiri dari kecukupan kalori (energi) dan protein serta kecukupan gizi secara
mikro, seperti vitamin dan mineral perlu diberikan pada anak pada masa tumbuh
kembang (SD).Pemahaman nilai gizi seimbang ini sebaiknya menjadi kebutuhan
keluarga muda, orang tua, ibu hamil dan menyusui serta anak itu sendiri. Sebab
orang tualah (terlebih kaum ibu) yang sangat dekat dengan anak dan
bertanggugjawab terhadap pemenuhan kebutuhan anak. Anak usia SD perlu
ditanamkan nilai gizi agar sadar akan kebutuhan dan tidak makan atau jajan
sembarangan.
AhmadDjaeni Sediaoetama (2000) menyatakan
bahwa kelompok rentan terhadap ketidakcukupan gizi di Indonesia antara lain :
Kelompok Bayi, Balita, Kelompok Anak Sekolah, Kelompok Remaja, Kelompok Ibu
Hamil, Ibu yang Menyusukan dan Manusia Usia Lanjut (Manula).
D. Konsep Penigkatan Potensi Psikomotorik
1.
Tahapan Dalam Meningkatkan Kemampuan Psikomotorik
a
Tahap Kognitif
Tahap ini ditandai dengan adanya gerakan
gerakan yang kaku dan lambat.Hal tersebut terjadi karena anak ataupun siswa
masih dalam taraf belajar untuk mengendalikan gerakan gerakanya.Dia harus
berfikir sebelum melakukan suatu gerakan, pada tahap tersebut siswa sering
membuat kesalahan dan kadang terjadi tingkat frustasi yang tinggi.
b
Tahap Asosiatif
Pada tahap ini seorang anak ataupun siswa
membutuhkan waktu yang lebih pendek untuk memikirkan tentang gerakanya, dia
mulai dapat mengasosiasikan gerakan yang sedang dipelajarinya dengan gerakan
yang sudah dikenal. Tahap ini masih dalam tahap pertengahan dalam perkembangan
psikomotorik oleh karena itu gerakan gerakan dalam tahap ini belum menjadi
gerakan yang bersifat otomatis. Pada tahap ini siswa ataupun anak masih
menggunakan pikiranya untuk melakukan suatu gerakan, tetapi waktu yang
diperlukan untuk berfikir lebih sedikit dibanding pada waktu dia berada pada tahap
kognitif.Gerakannya sudah tidak kaku kerena waktu yang dipergunakan untuk berfikir
lebih pendek.
c
Tahap otonomi
Pada tahap ini seorang siswa telah mencapai
tingkat otonomi yang tinggi, proses belajarnya sudah hampir lengkap meskipun
dia masih dapat memperbaiki gerakan-gerakan yang dipelajarinya.Tahap ini
disebut tahap otonomi karena siswa sudah tidak memerlukan kehadiran instruktur
untuk melakukan gerakan gerakan.Pada tahap ini gerakan yang dilakukan secara
spontan oleh karenanya gerakan yang dilakukan juga tidak mengharuskan
pembelajaran untuk memikirkan tentang gerakanya.
2.
Stimulasi Untuk Meningkatkan Potensi Psikomotorik
Peningkatan potensi psikomotorik anak akan
lebih teroptimalkan jika lingkungan anak menstimulasi mereka untuk bergerak
secara bebas. Stimulasi dapat dilakukan dengan menyediakan ruang gerak yang
memungkinkan untuk berlari melompat dan menggerakkan seluruh anggota tubuhnya
dengan cara cara yang maksimal. Selain itu penyediaan alat bermain diperlukan
untuk mendorong anak meningkatkan koordinasi dan pengembangan kekuatan
tubuhnya. Stimulasi stimulasi tersebut akan membantu pengoptimalan kemampuan
psikomotorik kasar, koordinasi halus (finer coordination), fisik dan stamina. Tumbuh
kembang potensi psikomotorik anak memerlukan stimulasi stimulasi guna tercapai
pengoptimalannya. Pada anak anak dapat dilakukan stimulasi diantaranya dengan :
a
Diberikan dasar dasar ketrampilan untuk menulis dan menggambar;
b
Ketrampilan berolah raga atau
menggunakan alat olah raga;
c
Gerakan geraka permainan, seperti melompat memanjat dan berlari; dan
d
Baris berbaris secara sederhana.
Kemampuan motorik halus bisa dikembangkan
dengan cara menggambar, menari, memainkan alat musik (piano, guitar), anak
menggali pasir dan tanah, menuangkan air, mengambil dan mengumpulkan batu batu,
dedaunan atau benda kecil lainya, dan bermain permainan luar ruangan seperti
bermain kelereng. Peningkatan potensi psikomotorik halus ini merupakan modal
dasar untuk menulis.
3.
Belajar Ketrampilan Fisik Untuk Meningatkan
Potensi Psikomotorik
Belajar keterampilan fisik (motor learning)
dianggap telah terjadi dalam diri seseorang apabila yang bersangkutan telah
memperoleh kemampuan dan keterampilan yang melibatkan penggunaan lengan
(seperti menggambar) dan tungkai (seperti berlari) secara baik dan benar. Untuk
belajar memperoleh kemampuan keterampilan jasmani ini, siswa tidak hanya cukup
dengan latihan dan praktek, tetapi juga memerlukan kegiatan perceptual learning
(belajar berdasarkan pengamatan) atau kegiatan sensory-motor learning (belajar
keterampilan inderawi-jasmani). Cukup banyak keterampilan inderawijasmani yang
rumit dan karenanya memerlukan upaya manipulasi (penggunaan secara cermat),
koordinasi dan organisasi rangkaian gerakan secara tepat (Muhibbin Syah, 2008).
Pola-pola gerakan yang cakap dan
terkoordinasi itu tak dapat tercapai dengan baik semata-mata dengan mekanisme
sederhana, tetapi dengan menggunakan proses mental yang sangat kompleks. Proses
belajar keterampilan tertentu (khususnya di sekolah) merupakan pendukung yang
sangat berarti bagi perkembangan motor atau fisik anak, terutama daam hal
perolehan kecakapan-kecakapan psikomotor atau ranah karsa anak tersebut.
Perkembangan kemampuan fisik anak itu kurang berarti dan tidak meluas menjadi
keterampilan psikomotor yang berfaedah tanpa dukungan proses belajar atau usaha-usaha
kependidikan pada umumnnya. Belajar ketrampilan fisik untuk meningkatkan
potensi motorik di sekolah dasar meliputi hal-hal berikut (Muhibbin Syah, 2006).
BAB IV
PENUTUP
Guru memegang peranan yang sangat
strategis terutama dalam membentuk watak bangsa serta mengembangkan potensi
siswa. Kehadiran guru tidak tergantikan oleh unsur yang lain, lebih-lebih dalam
masyarakat kita yang multikultural dan multidimensional, dimana peranan
teknologi untuk menggantikan tugas-tugas guru sangat minim.
Guru memiliki peranan yang sangat
penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan. Guru yang profesional
diharapkan menghasilkan lulusan yang berkualitas. Profesionalisme guru sebagai
ujung tombak di dalam implementasi kurikulum di kelas yang perlu mendapat
perhatian (Depdiknas, 2005).
Dalam proses belajar mengajar, guru
mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi
siswa untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab uuntuk melihat
segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan
siswa. Penyampaian materi pelajaran hanyalah merupakan salah satu dari berbagai
kegiatan dalam belajar sebagai suatu proses yang dinamis dalam segala fase dan
proses perkembangan siswa.
REFERENSI:
Departement Pendidikan Nasional. UU No 20
Tahun 2003: Tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakaarta: Depdiknas.
Nasional. Jakaarta: Depdiknas.
Sudrajat, Akhmad. 2010. Peran Pendidikan
Menuju Bangsa Yang Bermartabat. Diakses dari:
Sudrajat, Akhmad. 2010. Mengaktifkan Siswa
Dalam Belajar. Diakses dari:
Makmun
Syamsuddin Adin. 2005. Psikologi Kependidikan. Penerbit P.T. Remaja Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar