PSIKOLOGI OLAHRAGA
DISUSUN
OLEH:
Nama : Suryadi Jaya Saputra
FAKULTAS KEGURUAN dan ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA DARUSSALAM
– BANDA ACEH
2010/2011
Kata Pengantar
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dalam rangka
sebagaimana proses belajar mengajar.
Penulis
makalah ini khususnya pembelajar T.P
Bulutangkis, makalah ini ditulis degan tujuan mengantar para mahasiswa , guru
pendidikan jasmani, dan pembaca pada pengertian – pengertian konsep , tujuan, perencanaan, penyajian,
evaluasi jasmani.
Tujuan
utama dari usaha tersebut ialah agar
para mahasiswa, guru pendidikan jasmani,
dan para pembaca memiliki sejumlah ilmu pengetahuan untuk segera dapat
melaksanakan pembelajaran jasmani secara tepat.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini
mungkin belum cukup sempurna untuk menjadikan smber bacaaan dan rujukan
dalam upaya meningkatkan pemahaman dalam pembelajaran sosiologi olahraga. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, karna penulis
sadari penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, ucapan terimakasih
penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini,
Semoga Allah memberikan manfaat terhadap ,makalah ini khususnya kepada para
pembaca. Amin Ya Rarbbal A’lamin.
Banda
Aceh, Mei 2011
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR..................................................................... 2
DAFTAR
ISI.................................................................................. 3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang.......................................................................... 4
1.2 Masalah...................................................................................... 4
1.3 Tujuan........................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian psikologi olahaga..................................................... 5
2.2 Aspek – aspek psikologis yang
berperan dalam olahraga......... 6
1.
Berpikir
positif...................................................................... 6
2.
Penetapan sasaran.................................................................. 7
2.3 Hakikat pandidikan jasmani...................................................... 15
2.4 Kesatuan jiwa dan raga.............................................................. 17
2.5 Hubungan Pendidikan Jasmani
dengan mermain olahraga........ 18
BAB III PENUTUP
3.I Simpulan.................................................................................... 20
3.2 Saran......................................................................................... 20
Daftar Pustaka................................................................................. 21
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemikiran tentang psikologi olahraga dari zaman dahulu kala sampai zaman
modern sekarang ini juga belum berakhir . psikologi ini sangatlah perlu
diketahui oleh setiap insane agar mempermudah melakukan interaksi sosial
dikalangan masyarakat, karna psikologi sangat erat berdampingan/diiringi dengan
sosiologi.
Dengan adanya dipelajari ilmu psikologi Olahraga akan memberikan dampak
positif bagi pelatih untuk mengajari peserta didik, dimana pelatih nantinya
bias memahami karakteristik dari setiap peserta didik.
1.2 Masalah
Makalah
ini mengangkat masalah – masalah sebagai berikut :
1. Apakah psikologi olahraga?
2. Mengapa psikologi diperlukan dalam olahraga?
3. Cara berpikir positif?
4. Cara penetapan sasaran?
5. Cara menerapkan kepercayaan dalam diri?
1.2 Tujuan
Makalah ini bertujuan supaya seluruh mahasiswa mengetahui dan menyadari
pentingnya mempelajari psikologi agar mempermudah mengajar disaat usai kulyah
nanti, karna mengingat jurusan yang kita tekuni sekarang ini adalah menjadi
seorang Guru dalam artian sebagai pendidik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Psikologi Olahraga
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari
perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya, mulai dari perilaku
sederhana sampai yang kompleks. Perilaku manusia ada yang disadari, namun ada
pula yang tidak disadari, dan perilaku yang ditampilkan seseorang dapat
bersumber dari luar ataupun dari dalam dirinya sendiri.
Ilmu psikologi diterapkan pula ke dalam
bidang olahraga yang lalu dikenal sebagai psikologi olahraga. Penerapan
psikologi ke dalam bidang olahraga ini adalah untuk membantu agar bakat
olahraga yang ada dalam diri seseorang dapat dikembangkan sebaik-baiknya tanpa
adanya hambatan dan factor-faktor yang ada dalam kepribadiannya. Dengan kata
lain, tujuan umum dari psikologi olahraga adalah untuk membantu seseorang agar
dapat menampilkan prestasi optimal, yang lebih baik dari sebelumnya.
Meningkatnya stres dalam pertandingan dapat
menyebabkan atlet bereaksi secara negatif, baik dalam hal fisik maupun psikis,
sehingga kemampuan olahraganya menurun. Mereka dapat menjadi tegang. denyut
nadi meningkat, berkeringat dingin, cemas akan hasil pertandingannya, dan mereka
merasakan sulit berkonsentrasi. Keadaan ini seringkali menyebabkan para atlet
tidak dapat menampilkan permainan terbaiknya. Para pelatih pun menaruh minat
terhadap bidang psikologi olahraga, khususnya dalam pengendalian stres.
Psikologi olahraga juga diperlukan agar atlet
berpikir mengenai. mengapa mereka berolahraga dan apa yang ingin mereka capai?
Sekali tujuannya diketahui, latihan-latihan ketrampilan psikologis dapat
menolong tercapainya tujuan tersebut.3.
Bagaimanakah Psikologi Olahraga Dapat Membantu Atlet Agar Memiliki Mental yang
Tangguh?
Mental yang tegar, sama halnya dengan teknik
dan fisik, akan didapat melalui latihan yang terencana, teratur, dan
sistematis. Dalam membina aspek psikis atau mental atlet, pertama-tama perlu
disadari bahwa setiap atlet harus dipandang secara individual, yang satu
berbeda dengan yang lainnya. Untuk membantu mengenal profil setiap atlet, dapat
dilakukan pemeriksaan psikologis, yang biasa dikenal dengan “psikotes”, dengan bantuan
psikometri.
Profil psikologis atlet biasanya berupa
gambaran kepnbadian secara umum, potensi intelektual. dan fungsi daya pikimya
yang dihubungkan dengan olahraga. Profil atlet pada umumnya tidak berubah
banyak dari waktu ke waktu. Oleh karenanya, orang sering beranggapan bahwa
calon atlet berbakat dapat ditelusun semata-mata dari profil psikologisnya.
Anggapan semacam ini keliru, karena gambaran psikologis seseorang tidak
menjamin keberhasilan atau kegagalannya dalam prestasi olahraga, karena banyak
sekali faktor lain yang mempengaruhinya. Beberapa aspek psikologis dapat
diperbaiki melalui latihan ketrampilan psikologis (diuraikan kemudian) yang
terencana dan sistematis, yang pelaksanaannya sangat tergantung dari komitmen
si atlet terhadap program tersebut.
2.2 Aspek-aspek
Psikologis yang berperan dalam Olahraga
Pengaruh faktor psikologis pada atlet akan
terlihat dengan jelas pada saat atlet tersebut bertanding. Berikut ini akan
diuraikan beberapa masalah psikologis yang paling sering timbul di kalangan
olahraga, khususnya dalam kaitannya dengan pertandingan dan masa latihan.
1.
Berpikir Positif
Berpikir positif dimaksudkan sebagai cara
berpikir yang mengarahkan sesuatu ke arah positif, melihat segi baiknya. Hal
ini perlu dibiasakan bukan saja oleh atlet, tetapi terlebih-lebih bagi pelatih
yang melatihnya. Dengan membiasakan diri berpikir positif, maka akan
berpengaruh sangat baik untuk menumbuhkan rasa percaya diri, meningkatkan
motivasi, dan menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. Berpikir positif
merupakan modal utama untuk dapat memiliki ketrampilan psikologis atau mental
yang tangguh.
Pikiran positif akan diikuti dengan tindakan
dan perkataan positif pula, karena pikiran akan menuntun tindakan. Sebagai
contoh, jika dalam bermain bulutangkis terlintas pikiran negatif seperti, “takut salah, takut out, takut bola
pukulannya tanggung” dan sebagainya, maka kemungkinan terjadi akan
lebih besar. Karena itu cobalah dan biasakan untuk selalu berpikir positif,
hindari yang negatif. Demikian juga dalam memberikan instruksi kepada atlet.
Daripada mengatakan: “Kamu ini susah sekali sih
diajarnya…, salah terus…! Awas, jangan berhenti sebelum bisa!”,
lebih baik mengatakannya dengan cara yang positif walaupun maksudnya sama: “Ayo, coba lagi pelan-pelan, kamu pasti bisa
melakukannya. Perhatikan, tangannya, begini… langkahnya, ke sini… kena bolanya,
di sini… ayo dicoba”.
Sebagai pelatih, tunjukkan Anda percaya bahwa
atlet Anda memiliki peluang untuk dapat berprestasi baik. Cemooh, celaan, dan
kritik yang pedas yang tidak pada tempatnya, justru akan membuat atlet bereaksi
negatif dan berakibat akan menurunkan motivasi yang diikuti dengan penurunan
prestasi.
2. Penetapan
Sasaran
Penetapan
sasaran (goal setting) merupakan dasar dan latihan mental. Pelatih perlu
membantu setiap atletnya untuk menetapkan sasaran, baik sasaran dalam latihan
maupun dalam pertandingan. Sasaran tersebut mulai dan sasaran jangka panjang,
menengah, sampai sasaran jangka pendek yang lebih spesifik.
Untuk
menetapkan sasaran, ada tiga syarat yang perlu diingat agar sasaran itu bermanfaat,
yaitu:
a. Sasaran
harus menantang.
Sasaran yang
ditentukan harus sedemikan rupa, sehingga atlet merasa tertantang untuk dapat
mencapai sasaran tersebut.
b. Sasaran
harus dapat dicapai.
Buatlah
sasaran itu cukup tinggi, akan tetapi tidak terlalu tinggi. Atlet harus merasa
bahwa sasaran yang ditetapkan itu dapat tercapai jika ia berusaha keras. Jika
sasaran terlalu tinggi, sehingga atlet merasa mustahil dapat mencapainya, maka
motivasi berlatihnya akan menurun. Demikian pula, jika sasaran tersebut terlalu
mudah untuk dapat dicapai, maka atlet merasa tidak perlu berlatih keras karena
ia akan dapat mencapai sasaran tersebut.
c. Sasaran
harus meningkat.
Mulai dari
sasaran yang relatif rendah, kemudian buatlah sasaran tersebut makin lama makin
tinggi, semakin sulit tercapainya jika atlet tidak berlatih keras. Dalam setiap
latihanpun biasakanlah selalu ada sasaran yang harus dicapai. Dan target yang
bersifat umum, lalu uraikan lagi secara lebih spesifik. Dan target untuk suatu
kompetisi jangka panjang, uraikan menjadi target atau sasaran jangka pendek,
sampai target untuk setiap latihan. Sasaran yang ditetapkan tersebut, hendaknya
juga ditetapkan kapan harus tercapainya, dan bagaimana pula cara mengukumya
atau apa ukurannya secara objektif. Sedapat mungkin, buatkan grafik pencapaian
sasaran tersebut agar terlihat jelas arah dan peningkatannya.
3. Motivasi
Motivasi
dapat dilihat sebagai suatu proses dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu
sebagai usaha dalam mencapai tujuan tertentu. Motivasi yang kuat menunjukkan
bahwa dalam diri orang tersebut tertanam dorongan kuat untuk dapat melakukan
sesuatu.
Ditinjau
dari fungsi diri seseorang, motivasi dapat dibedakan antara motivasi yang
berasal dan luar (ekstrinsik) dan motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri
(intrinsik). Dengan pendekatan psikologis diharapkan atlet dalam setiap
penampilannya dapat memperlihatkan motivasi yang kuat untuk bermain
sebaik-baiknya, sehingga dapat memenangkan pertandingan.
Motivasi
yang baik tidak mendasarkan dorongannya pada faktor ekstrinsik seperti hadiah
atau penghargaan dalam bentuk materi. Akan tetapi motivasi yang baik, kuat, dan
lebih lama menetap adalah faktor intrinsik yang mendasarkan pada keinginan
pribadi yang lebih mengutamakan prestasi untuk mencapai kepuasan diri daripada
hal-hal yang material.
Untuk
mengembangkan motivasi intrinsik ini, peran pelatih dan orangtua sangat besar.
Pelatih perlu melakukan pendekatan dan menumbuhkan kepercayaan diri pada atlet
secara positif. Ajarkan atlet untuk dapat menghargai diri sendiri, oleh karena
itu, pelatih harus memperlihatkan bahwa ia menghargai hasil kerja atlet secara
konsekuen.
4. Emosi
Faktor-faktor
emosi dalam diri atlet menyangkut sikap dan perasaan atlet secara pribadi
terhadap diri sendiri, pelatih maupun hal-hal lain di sekelilingnya.
Bentuk-bentuk emosi dikenal sebagai perasaan seperti senang, sedih, marah,
cemas, takut, dan sebagainya. Bentuk-bentuk emosi tersebut terdapat pada setiap
orang. Akan tetapi yang perlu diperhatikan di sini adalah bagaimana kita mengendalikan
emosi tersebut agar tidak merugikan diri sendiri.
Pengendalian
emosi dalam pertandingan olahraga seringkali menjadi faktor penentu kemenangan.
Para pelatih harus mengetahui dengan jelas bagaimana gejolak emosi atlet
asuhannya, bukan saja dalam pertandingan tetapi juga dalam latihan dan
kehidupan sehari-hari. Pelatih perlu tahu kapan dan hal apa saja yang dapat
membuat atletnya marah, senang, sedih, takut, dan sebagainya. Dengan demikian
pelatih perlu juga mencari data-data untuk mengendalikan emosi para atlet
asuhannya. yang tentu saja akan berbeda antara atlet yang satu dengan atlet
lainnya.
Gejolak
emosi dapat mengganggu keseimbangan psikofisiologis seperti gemetar, sakit
perut, kejang otot, dan sebagainya. Dengan terganggunya keseimbangan fisiologis
maka konsentrasi pun akan terganggu, sehingga atlet tidak dapat tampil
maksimal. Seringkali seorang atlet mengalami ketegangan yang memuncak hanya
beberapa saat sebelum pertandingan dimulai. Demikian hebatnya ketegangan
tersebut sampai ia tidak dapat melakukan awalan dengan baik. Apalagi jika
lawannya dapat menekan dan penonton pun tidak berpihak padanya, maka dapat
dibayangkan atlet tersebut tidak akan dapat bermain baik. Konsentrasinya akan
buyar, strategi yang sudah disiapkan tidak dapat dijalankan, bahkan ia tidak
tahu harus berbuat apa.
Disinilah
perlunya dipelajari cara-cara mengatasi ketegangan (stress mana- gement).
Sebelum pelatih mencoba mengatasi ketegangan atletnya. terlebih dulu harus
diketahui sumber-sumber ketegangan tersebut. Untuk mengetahuinya, diperlukan
adanya komunikasi yang baik antara pelatih dengan atlet. Berikut ini dijelaskan
secara terpisah mengenai aspek-aspek yang berkaitan dengan emosi.
5. Kecemasan
dan Ketegangan
Kecemasan
biasanya berhubungan dengan perasaan takut akan kehilangan sesuatu, kegagalan,
rasa salah, takut mengecewakan orang lain, dan perasaan tidak enak lainnya.
Kecemasan-kecemasan tersebut membuat atlet menjadi tegang, sehingga bila ia
terjun ke dalam pertandingan maka dapat dipastikan penampilannya tidak akan optimal.
Untuk itu, telah banyak diketahui berbagai teknik untuk mengatasi kecemasan dan
ketegangan yang penggunaannya tergantung dari macam kecemasannya.
Sebagai
usaha untuk dapat mengatasi ketegangan dan kecemasan, khususnya dalam
menghadapi pertandingan, lakukanlah beberapa teknik berikut ini :
a.
Identifikasikan
dan temukan sumber utama dan permasalahan yang menimbulkan kecemasan.
b.
Lakukan
latihan simulasi, yaitu latihan di bawah kondisi seperti dalam pertandingan
sesungguhnya.
c.
Usahakan
untuk mengingat, memikirkan dan merasakan kembali saat-saat ketika mencapai
penampilan paling baik atau paling mengesankan.
d.
Lakukan
latihan relaksasi progresif, yaitu melakukan peregangan alau pengendoran
otot-otot tertentu secara sistematis dalam waktu tertentu.
e.
Lakukan latihan
otogenik, yaitu bentuk latihan relaksasi yang secara sistematis memikirkan dan
merasakan bagian-bagian tubuh sebagai hangat dan berat.
f.
Lakukan
latihan pernapasan dengan bernapas melalui mulut dan hidung serta secara sadar
bernapas dengan menggunakan diafragma.
g.
Dengarkan
musik (untuk mengalihkan perhatian).
h.
Berbincang-bincang,
berada dalam situasi sosial (untuk mengalihkan perhatian).
i.
Membuat
pernyataan-pernyataan positif terhadap diri sendiri untuk melakukan sesuatu
yang diperlukan saat itu.
j.
Lain-lain
yang dapat mengurangi ketegangan.
6.
Kepercayaan Diri
Dalam
olahraga, kepercayaan diri sudah pasti menjadi salah satu faktor penentu
suksesnya seorang atlet. Masalah kurang atau hilangnya rasa percaya diri
terhadap kemampuan diri sendiri akan mengakibatkan atlet tampil di bawah
kemampuannya. Karena itu sesungguhnya atlet tidak perlu merasa ragu akan
kemampuannya, sepanjang ia telah berlatih secara sungguh-sungguh dan memiliki
pengalaman bertanding yang memadai.
Peran
pelatih dalam menumbuhkan rasa percaya diri atletnya sangat besar. Syarat untuk
untuk membangun kepercayaan diri adalah sikap positif. Beritahu pemain di mana
letak kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Buatkan program latihan untuk
setiap atlet dan bantu mereka untuk memasang target sesuai dengan kemampuannya
agar target dapat tercapai jika latihan dilakukan dengan usaha keras. Berikan
kritik membangun dalam melakukan penilaian terhadap atlet. Ingat, kritik
negatif bahkan akan mengurangi rasa percaya diri.
Jika pemain
telah bekerja keras dan bermain bagus (walaupun kalah), tunjukkan penghargaan
Anda sebagai pelatih. Jika pemain mengalami kekalahan (apalagi tidak dengan
bermain baik), hadapkan ia pada kenyataan objektif. Artinya, beritahukan mana
yang telah dilakukannya secara benar dan mana yang salah, serta tunjukkan
bagaimana seharusnya. Menemui pemain yang baru saja mengalami kekalahan harus
dilakukan sesegera mungkin dibandingkan dengan menemui pemain yang baru saja
mencetak kemenangan.
7.
Komunikasi
Komunikasi
yang dimaksud adalah komunikasi dua arah, khususnya antara atlet dengan
pelatih. Masalah yang sering timbul dalam hal kurang terjalinnya komunikasi
yang baik antara pelatih dengan atletnya adalah timbulnya salah pengertian yang
menyebabkan atlet merasa diperlakukan tidak adil, sehingga tidak mau bersikap
terbuka terhadap pelatih. Akibat lebih jauh adalah berkurangnya kepercayaan
atlet terhadap pelatih.
Untuk
menghindari terjadinya hambatan komunikasi, pelatih perlu menyesuaikan
teknik-teknik komunikasi dengan para atlet seraya memperhatikan asas
individual. Keterbukaan pelatih dalam hal pogram latihan akan membantu
terjalinnya komunikasi yang baik, asalkan dilakukan secara objektif dan
konsekuen. Atlet perlu diberi pengertian tentang tujuan program latihan dan
fungsinya bagi tiap-tiap individu.
Sebelum
program latihan dijalankan, perlu dijelaskan dan dibuat peraturan mengenai tata
tertib latihan dan aturan main lainnya termasuk sanksi yang clikenakan jika
terjadi pelanggaran terhadap peraturan yang telah dibuat tersebut. Jadi, hindarilah
untuk memberlakukan suatu sanksi yang belum pernah diberitahukan sebelumnya.
Misalnya, seorang atlet minum Coca Cola dalam latihan, lalu dihukum oleh
pelatih. Atlet tersebut bingung dan bertanya-tanya mengapa ia dihukum karena ia
tidak pernah dijelaskan sebelumnya oleh pelatih bahwa dalam latihan dilarang
minum minuman bersoda.
Demikian
pula dalam hal pelaksanaanya. Peraturan yang sudah dibuat, haruslah dijalankan
secara konsekuen. Artinya, jika seorang atlet dihukum karena melanggar
peraturan tertentu, maka jika ada atlet lain yang melanggar peraturan yang sama
ia pun harus mendapat hukuman yang sama. Demikian pula jika atlet yang sama
melakukannya lagi di kemudian hari.
Pelatih pun
perlu bersikap objektif dan berpikir positif. Bersikap objektif maksudnya
adalah bersikap sesuai dengan kenyataan atau fakta apa adanya tanpa
menyangkutpautkan dengan hal lain. Jika pelatih marah terhadap atlet karena
misalnya si atlet datang terlambat dalam latihan, maka hukumlah atlet itu hanya
atas keterlambatannya, jangan dihubungkan dengan hal-hal lain (ingat, hukuman
tersebut harus sudah tertera dalam tata tertib latihan).
8.
Konsentrasi
Konsentrasi
merupakan suatu keadaan di mana kesadaran seseorang tertuju kepada suatu obyek
tententu dalam waktu tertentu. Makin baik konsentrasi seseorang, maka makin
lama ia dapat melakukan konsentrasi. Dalam olahraga, konsentrasi sangat penting
peranannya. Dengan berkurangnya atau terganggunya konsentrasi atlet pada saat
latihan, apalagi pertandingan, maka akan timbul berbagai masalah.
Dalam
olahraga, masalah yang paling sering timbul akibat terganggunya konsentrasi
adalah berkurangnya akurasi lemparan, pukulan, tendangan & tembakan
sehingga tidak mengenai sasaran. Akibat lebih lanjut jika akurasi berkurang
adalah strategi yang sudah dipersiapkan menjadi tidak jalan, sehingga atlet
akhimya kebingungan, tidak tahu harus bermain bagaimana dan pasti kepercayan
dirinya pun akan berkurang. Untuk menghindari keadaan tersebut, perlu dilakukan
latihan berkonsentrasi.
9. Evaluasi
Diri
Evaluasi
diri dimaksudkan sebagai usaha atlet untuk mengenali keadaan yang terjadi pada
dirinya sendiri. Hal ini perlu dilakukan agar atlet dapat mengetahui kelemahan
dan kelebihan dirinya pada saat yang lalu maupun saat ini. Dengan bekal
pengetahuan akan keadaan dirinya ini maka pemain dapat memasang target latihan
maupun target pertandingan dan cara mengukurnya. Kegunaan lainnya adalah untuk
mengevaluasi hal-hal yang telah dilakukannya, sehingga memungkinkan untuk
mengulangi penampilan terbaik dan mencegah terulangnya penampilan buruk.
Oleh karena
itu, pelatih perlu menginstruksikan atletnya untuk memiliki buku catatan harian
mengenai latihan dan pertandingan. Minta pemain untuk menuliskan kelemahan dan
kelebihan diri sendiri, baik dalam segi fisik, teknik, maupun mental. Kemudian
koreksilah jika menurut Anda sebagai pelatih ada hal-hal yang tidak sesuai atau
ada yang kurang.
Biasakan
agar atlet mengisi buku tersebut secara teratur. Ajak atlet untuk menuliskan di
dalam bukunya hal-hal yang intinya sebagai berikut:
-
Target jangka panjang, menengah,
dan jangka pendek dalam latihan dan pertandingan.
-
Sesuatu yang dilakukan dan
dipikirkan sebelum latihan atau pertandingan.
-
Suatu gerakan atau penampilan
mengesankan.
-
Catatan mengenai kelemahan dan
kelebihan lawan yang akan dihadapi dan strategi menghadapinya.
-
Hasil dan jalannya pertandingan.
-
Hal yang mengganggu emosi atau
membuat penampilan jadi buruk.
-
Penghargaan yang didapat atas
suatu keberhasilan.
Pastikan
bahwa buku tersebut diisi secara teratur oleh setiap atlet. Namun perlu diingat
bahwa pelatih jangan terlalu memaksa untuk membaca buku harian atlet. Biarkan
itu menjadi bagian dan rahasia pribadi mereka. Yang perlu dipantau oleh pelatih
adalah bahwa atlet mempunyai bahan bagi dirinya sendiri untuk melakukan
evaluasi.
C. Persiapan
Pertandingan
Setelah
atlet dilatih baik fisik, teknik, strategi, maupun mentalnya dengan program
latihan yang tepat, maka untuk menguji hasil latihannya adalah dengan lterjun
ke dalam pertandingan. Tentunya diharapkan bahwa setiap pemain akan dapat
menampilkan seluruh kemampuannya yang didapat dan latihan. Namun acapkali
pemain tampil di bawah form, artinya ia tidak dapat menampilkan seluruh
kemampuan yang dimilikinya pada saat pertandingan.
Untuk
mengatasi hal seperti di atas, perlu diciptakan situasi yang mendukung yang
tercapainya prestasi optimal dan dilakukan perwapan mental untuk menghadapi
suatu pertandingan agar si atlet dapat menampilkan seluruh kemampuannya,
sehingga tercapailah prestasi puncak.
Ada empat
tahap penting dalam persiapan menuju pertandingan, yaitu
1.
Sebelum hari
pertandingan;
2.
Pada hari
pertandingan;
3.
Saat
pertandingan;
4.
Setelah hari
pertandingan.
Berikut
uraiannya dalam contoh persiapan pertandingan bulutangkis:
1. Sebelum
Hari Pertandingan
a.
Kumpulkan
data mengenai kekuatan dan kelemahan lawan. Jika memungkin- kan, putarlah
rekaman pertandingannya. Kemudian susunlah strategi untuk menghadapinya. Untuk
pemain ganda, diskusikan strategi tersebut dengan pasangannya.
b.
Pantau
kemajuan atlet, baik fisik maupun mentalnya dengan memperhatikan bagaimana
tingkat konsentrasinya, bagaimana irama,
timing, power, dan kelancaran menjalankan ketrampilannya serta
sikapnya terhadap latihan secara umum.
c.
Pantau
tingkat kecemasan atlet dengan melihat ekspresi wajahnya apakah cerah atau
murung: apakah sinar matanya letih atau segar dan awas. Juga perhatikan suasana
hatinya, bagaimana kualitas tidur dan makannya, apakah ia mengalami
faktor-faktor psikosomatis seperti sakit perut, nyeri otot, sesak nafas, demam,
batuk, keringat dingin, dan sebagainya.
d.
Pada saat
tidak latihan, pastikan bahwa atlet tidak “hidup dan berpikir” mengenai
pertandingannya 24 jam sehan. Berikan aktivitas yang menyenangkan bagi dirinya
yang dapat memberikan suasana gembira, sehingga ia bisa mengalihkan pikirannya
sejenak dari pertandingan.
e.
Satu hari
menjelang pertandingan, biasanya cukup latihan ringan saja dan tidak perlu
berada di lapangan terlalu lama. Pada malam hari sebelum bertanding, tidurlah
pada saat yang tepat, tidak perlu tidur terlalu cepat. Sebelum tidur, lakukan
latihan relaksasi dan visualisasi. Jika pertandingan besok dilakukan pagi atau
siang hari, siapkan alat-alat perperlengkapan pertandingan, termasuk baju ganti
dan perlengkapan cadangan malam ini juga agar esok tidak terburu-buru. Pastikan
semua dalam keadaan baik.
2. Pada Hari
Pertandingan
a.
Bangun tidur
pada saat yang tepat, malamnya harus tidur cukup dan tidak berlebihan. Kemudian
lakukan aktivitas rutin kebiasaan sehari-hari, seperti sembahyang, berdoa,
stretching, sarapan (perhatikan kapan harus makan dan apa yang harus dimakan),
latihan relaksasi dan visualisasi, memeriksa kembali perlengkapan pertandingan
termasuk cadangannya. Mulailah hari ini dengan gembira, optimis, dan berpikir
positif.
b.
Berangkatlah
ke tempat pertandingan pada saat yang tepat. Perhitungkan jarak ke tempat
pertandingan, bagaimana mencapainya, kemacetannya dan sebagainya. Tidak perlu
berangkat terlalu cepat, namun jangan sampai terlambat, sehingga tidak ada
waktu untuk istirahat, penyesuaian dan pemanasan.
c.
Di tempat
pertandingan pelatih perlu mengenali atlet mana yang berada didekat
teman-temannya dan mana yang lebih suka menyendiri. Pastikan di lapangan mana
atlet yang akan bertanding, jangan lupa melapor panitia. Untuk pertandingan
pertama, pastikan atlet sudah hapal dimana letak ruang ganti, WC, ruang
kesehatan, tes doping, tempat ganti senar, dan sebagainya.
d.
Sambil
melakukan pemanasan, atlet hendaknya meningkatkan level `semangat’ dlan tetap
berpikir positif. Pelatih dapat mengingatkan strategi yang akan diterapkan
secara sekilas. Lakukan stroke dengan penuh konsentrasi yang kemudian dapat
dilanjutkan dengan’visualisasi clan relaksasi.
3. Saat
Bertanding
Saat bertanding tiba, bukan waktunya lagi untuk
memikirkan teknik memukul atau bagaimana harus melangkah. Itu semua sudah
dilatih dalam latihan dan sudah dihayati dalam visualisasi. Sekarang saatnya
tinggal mengulang-ulang kejadian yang sudah divisualisasikan dan melakukannya
sesuai dengan situasi saat ini. Sekarang adalah saatnya melakukan konsentrasi
penuh hanya pada bola dan jalannya pertandingan.
Anjurkan
atlet untuk:
a.
Memantau
clan menyesuaikan tingkat kecemasan, lakukan relaksasi.
b.
Pusatkan
perhatian semata-mata hanya terhadap permainan yang sedang dijalani. Kesalahan yang baru atau pernah terjadi, clan
yang mungkin terjadi jangan dihiraukan.
c.
Berpikir
positif dan optimis, jangan biarkan pikiran-pikiran negatif.
d.
Jangan
terlalu banyak menganalisa.
e.
Bermainlah
dengan irama sendiri, jangan terbawa irama lawan.
f.
Menjalankan
strategi yang telah disiapkan. Jangan diubah jika strategi itu berjalan.
Lakukan evaluasi singkat, jika strategi tidak jalan, lakukan penyesuaian dengan
alternatif strategi yang sudah dipersiapkan.
g.
Hindari
hal-hal negatif seperti, menyalahkan diri sendiri secara berlebihan, berbicara
terhadap diri sendiri berlebihan, berpikir negatif, meragukan kemampuan clan
menyerah sebelum pertandingan selesai.
h.
Jika bermain
bagus, jangan bertanya mengapa clan mengganti apapun; biarkan berjalan demikian.
Jangan mengendor jika sedang leading (memimpin pertandingan), clan tidak perlu
kasihan jika lawan mendapat angka nol.
4. Setelah
Hari Pertandingan
a.
Mintalah
atlet mencatat hal-hal posisitf maupun negatif yang dirasa berpengaruh terhadap
penampilannya dalam pertandingan tadi. Bukan hanya yang bersifat teknik,
taktik, clan strategi, tetapi juga yang bersifat mental, bahkan hal-hal kecil
lainnya. Catat hasil tersebut dalam buku evaluasi si atlet.
b.
Evaluasi
penampilan dalam pertandingan tadi. Apakah mencapai sasaran?
c.
Putuskan
apakah perlu diadakan penyesuaian terhadap program latihan.
d.
Pusatkan
perhatian terhadap aspek-aspek positif dari penampilan dalam pertandingan.
5. Pelatih Sebagai Pembina Mental Atlit
Pelatih dalam olahraga dapat mempunyai fungsi
sebagai pembuat atau pelaksana program latihan, sebagai motivator, konselor,
evaluator dan yang bertanggung jawab terhadap segala hal yang berhubungan
dengan kepelatihan tersebut. Sebagai manusia biasa, pelatih sama halnya dengan
atlet, mempunyai kepribadian yang unik yang berbeda antara satu dengan lainnya.
Setiap pelatih memiliki kelebihan dan kekurangan, karena itu tidak ada pelatih
yang murni ideal atau sempura.
Dalam mengisi peran sebagai pelatih,
seseorang harus melibatkan diri secara total dengan atlet asuhannya. Artinya,
seorang pelatih bukan hanya melulu mengurusi masalah atau hal-hal yang
berhubungan dengan olahraganya saja, tetapi pelatih juga harus dapat berperan
sebagai teman, guru. orangtua, konselor, bahkan psikolog bagi atlet asuhannya.
Dengan demikian dapat diharapkan bahwa atlet sebagai seorang yang ingin
mengembangkan prestasi, akan mempunyai kepercayaan penuh terhadap pelatihnya.
Keterlibatan yang mendalam antara pelatih
dengan atlet asuhannya harus dilandasi oleh adanya empati dan pelatih terhadap
atletnya tersebut.Empati ini merupakan kemampuan pelatih untuk dapat menghayati
perasaan atau keadaan atletnya, yang berarti pelatih dapat mengerti atletnya
secara total tanpa ia sendiri kehilangan identitas pnbadinya. Untuk mengerti
keadaan atlet dapat diperoleh dengan mengetahui atau mengenal hal-hal penting
yang ada pada atlet yang bersangkutan. Pengetahuan sekadarnya saia tidak cukup
bagi pelatih untuk mengetahui keadaan psikologi atletnya. Dasar dan sikap mau
memahami keadaan psikologi atletnya adalah pengertian pelatih bahwa setiap
orang memiliki sifat-sifat khusus yang memerlukan penanganan khusus pula dalam
hubungan dengan pengembangan potensinya.
Kepribadian seorang pelatih dapat pula
membentuk kepribadian atlet yang menjadi asuhannya. Hal terpenting yang harus
ditanamkan pelatih kepada atletnya adalah bahwa atlet percaya pada pelatih
bahwa apa yang diprogramkan dan dilakukan oleh pelatih adalah untuk kebaikan
dan kemajuan si atlet itu sendiri. Untuk bisa mendapatkan kepercayaan tersebut dari
atlet, pelatih tidak cukup hanya memintanya, tetapi harus membuktikannya
melalui ucapan, perbuatan, dan ketulusan hati. Sekali atlet mempercayai pelatih
maka seberat apapun program yang dibuat pelatih akan dijalankan oleh si atlet
dengan sungguh-sungguh.
2.3 Hakikat
Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses
pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan
holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta
emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh,
mahluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah
kualitas fisik dan mentalnya.
Pada
kenyataannya, pendidikan jasmani adalah suatu bidang kajian yang sungguh luas.
Titik perhatiannya adalah peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi, penjas
berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainnya:
hubungan dari perkembangan tubuh-fisik dengan pikiran dan jiwanya. Fokusnya
pada pengaruh perkembangan fisik terhadap wilayah pertumbuhan dan perkembangan
aspek lain dari manusia itulah yang menjadikannya unik. Tidak ada bidang
tunggal lainnya seperti pendidikan jasmani yang berkepentingan dengan
perkembangan total manusia.
Per
definisi, pendidikan jasmani diartikan dengan berbagai ungkapan dan kalimat.
Namun esensinya sama, yang jika disimpulkan bermakna jelas, bahwa pendidikan
jasmani memanfaatkan alat fisik untuk mengembangan keutuhan manusia. Dalam
kaitan ini diartikan bahwa melalui fisik, aspek mental dan emosional pun turut
terkembangkan, bahkan dengan penekanan yang cukup dalam. Berbeda dengan bidang
lain, misalnya pendidikan moral, yang penekanannya benar-benar pada
perkembangan moral, tetapi aspek fisik tidak turut terkembangkan, baik langsung
maupun secara tidak langsung.
Karena
hasil-hasil kependidikan dari pendidikan jasmani tidak hanya terbatas pada
manfaat penyempurnaan fisik atau tubuh semata, definisi penjas tidak hanya
menunjuk pada pengertian tradisional dari aktivitas fisik. Kita harus melihat
istilah pendidikan jasmani pada bidang yang lebih luas dan lebih abstrak,
sebagai satu proses pembentukan kualitas pikiran dan juga tubuh.
Sungguh,
pendidikan jasmani ini karenanya harus menyebabkan perbaikan dalam ‘pikiran dan
tubuh’ yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan harian seseorang. Pendekatan
holistik tubuh-jiwa ini termasuk pula penekanan pada ketiga domain
kependidikan: psikomotor, kognitif, dan afektif. Dengan meminjam ungkapan
Robert Gensemer, penjas diistilahkan sebagai proses menciptakan “tubuh yang
baik bagi tempat pikiran atau jiwa.” Artinya, dalam tubuh yang baik
‘diharapkan’ pula terdapat jiwa yang sehat, sejalan dengan pepatah Romawi Kuno:
Men sana in corporesano.
2.4 Kesatuan Jiwa dan Raga
Salah satu pertanyaan sulit di sepanjang jaman adalah pemisahan
antara jiwa dan raga atau tubuh. Kepercayaan umum menyatakan bahwa jiwa dan
raga terpisah, dengan penekanan berlebihan pada satu sisi tertentu, disebut
dualisme, yang mengarah pada penghormatan lebih pada jiwa, dan menempatkan kegiatan
fisik secara lebih inferior.
Pandangan yang berbeda lahir dari filsafat monisme, yaitu suatu
kepercayaan yang memenangkan kesatuan tubuh dan jiwa. Kita bisa melacak
pandangan ini dari pandangan Athena Kuno, dengan konsepnya “jiwa yang baik di
dalam raga yang baik.” Moto tersebut sering dipertimbangkan sebagai pernyataan
ideal dari tujuan pendidikan jasmani tradisional: aktivitas fisik mengembangkan
seluruh aspek dari tubuh; yaitu jiwa, tubuh, dan spirit. Tepatlah ungkapan
Zeigler bahwa fokus dari bidang pendidikan jasmani adalah aktivitas fisik yang
mengembangkan, bukan semata-mata aktivitas fisik itu sendiri. Selalu terdapat
tujuan pengembangan manusia dalam program pendidikan jasmani.
Akan tetapi, pertanyaan nyata yang harus dikedepankan di sini
bukanlah ‘apakah kita percaya terhadap konsep holistik tentang pendidikan
jasmani, tetapi, apakah konsep tersebut saat ini bersifat dominan dalam
masyarakat kita atau di antara pengemban tugas penjas sendiri?
Dalam masyarakat sendiri, konsep dan kepercayaan terhadap
pandangan dualisme di atas masih kuat berlaku. Bahkan termasuk juga pada
sebagian besar guru penjas sendiri, barangkali pandangan demikian masih kuat
mengakar, entah akibat dari kurangnya pemahaman terhadap falsafah penjas
sendiri, maupun karena kuatnya kepercayaan itu. Yang pasti, masih banyak guru
penjas yang sangat jauh dari menyadari terhadap peranan dan fungsi pendidikan
jasmani di sekolah-sekolah, sehingga proses pembelajaran penjas di sekolahnya
masih lebih banyak ditekankan pada program yang berat sebelah pada aspek fisik
semata-mata. Bahkan, dalam kasus Indonesia, penekanan yang berat itu masih
dipandang labih baik, karena ironisnya, justru program pendidikan jasmani di
kita malahan tidak ditekankan ke mana-mana. Itu karena pandangan yang sudah
lebih parah, yang memandang bahwa program penjas dipandang tidak penting sama
sekali.
Nilai-nilai yang dikandung penjas untuk mengembangkan manusia
utuh menyeluruh, sungguh masih jauh dari kesadaran dan pengakuan masyarakat
kita. Ini bersumber dan disebabkan oleh kenyataan pelaksanaan praktik penjas di
lapangan. Teramat banyak kasus atau contoh di mana orang menolak manfaat atau
nilai positif dari penjas dengan menunjuk pada kurang bernilai dan tidak
seimbangnya program pendidikan jasmani di lapangan seperti yang dapat mereka
lihat. Perbedaan atau kesenjangan antara apa yang kita percayai dan apa yang
kita praktikkan (gap antara teori dan praktek) adalah sebuah duri dalam bidang
pendidikan jasmani kita.
2.5 Hubungan Pendidikan Jasmani dengan Bermain
dan Olahraga
Dalam memahami arti pendidikan jasmani, kita harus juga
mempertimbangkan hubungan antara bermain (play) dan olahraga (sport), sebagai
istilah yang lebih dahulu populer dan lebih sering digunakan dalam konteks
kegiatan sehari-hari. Pemahaman tersebut akan membantu para guru atau
masyarakat dalam memahami peranan dan fungsi pendidikan jasmani secara lebih
konseptual.
Bermain pada intinya adalah aktivitas yang digunakan sebagai
hiburan. Kita mengartikan bermain sebagai hiburan yang bersifat fisikal yang
tidak kompetitif, meskipun bermain tidak harus selalu bersifat fisik. Bermain
bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen dari bermain
dapat ditemukan di dalam keduanya.
Olahraga di pihak lain adalah suatu bentuk bermain yang
terorganisir dan bersifat kompetitif. Beberapa ahli memandang bahwa olahraga
semata-mata suatu bentuk permainan yang terorganisasi, yang menempatkannya
lebih dekat kepada istilah pendidikan jasmani. Akan tetapi, pengujian yang
lebih cermat menunjukkan bahwa secara tradisional, olahraga melibatkan
aktivitas kompetitif.
Ketika kita menunjuk pada olahraga sebagai aktivitas kompetitif
yang terorganisir, kita mengartikannya bahwa aktivitas itu sudah disempurnakan
dan diformalkan hingga kadar tertentu, sehingga memiliki beberapa bentuk dan
proses tetap yang terlibat. Peraturan, misalnya, baik tertulis maupun tak
tertulis, digunakan atau dipakai dalam aktivitas tersebut, dan aturan atau
prosedur tersebut tidak dapat diubah selama kegiatan berlangsung, kecuali atas
kesepakatan semua pihak yang terlibat.
Di atas semua pengertian itu, olahraga adalah aktivitas
kompetitif. Kita tidak dapat mengartikan olahraga tanpa memikirkan kompetisi,
sehingga tanpa kompetisi itu, olahraga berubah menjadi semata-mata bermain atau
rekreasi. Bermain, karenanya pada satu saat menjadi olahraga, tetapi
sebaliknya, olahraga tidak pernah hanya semata-mata bermain; karena aspek
kompetitif teramat penting dalam hakikatnya.
Di pihak lain, pendidikan jasmani mengandung elemen baik dari
bermain maupun dari olahraga, tetapi tidak berarti hanya salah satu saja, atau
tidak juga harus selalu seimbang di antara keduanya. Sebagaimana dimengerti
dari kata-katanya, pendidikan jasmani adalah aktivitas jasmani yang memiliki
tujuan kependidikan tertentu. Pendidikan Jasmani bersifat fisik dalam
aktivitasnya dan penjas dilaksanakan untuk mendidik. Hal itu tidak bisa berlaku
bagi bermain dan olahraga, meskipun keduanya selalu digunakan dalam proses
kependidikan.
Bermain,
olahraga dan pendidikan jasmani melibatkan bentuk-bentuk gerakan, dan ketiganya
dapat melumat secara pas dalam konteks pendidikan jika digunakan untuk
tujuan-tujuan kependidikan. Bermain dapat membuat rileks dan menghibur tanpa
adanya tujuan pendidikan, seperti juga olahraga tetap eksis tanpa ada tujuan
kependidikan. Misalnya, olahraga profesional (di Amerika umumnya disebut
athletics) dianggap tidak punya misi kependidikan apa-apa, tetapi tetap disebut
sebagai olahraga. Olahraga dan bermain dapat eksis meskipun secara murni untuk
kepentingan kesenangan, untuk kepentingan pendidikan, atau untuk kombinasi
keduanya. Kesenangan dan pendidikan tidak harus dipisahkan secara eksklusif;
keduanya dapat dan harus beriringan bersama.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari pembahasan di atas
disimpulkan bahwa pada hakikatnya psikologi olahraga ( psikal mutmen )
sangatlah kita perlukan agar mempermudah dalam melatih peserta didik nantinya,
sehendaknya kita mengetahui bagaimana kondisi fisik peserta didik yang kita
latih atau pun kebugaran dari setiap peserta didik, sehingga nantinya kita
mengetahui tingkat mana yang harus kita berikan latihan terhadap atlit.
Psikologi dalam artiannya yaitu
mempelajari kejiwaan manusia, sengingga lebih mempermudah kita untuk melakukan
interaksi dengan mereka, karena kita sudah mengetahui sedikit tentang
karakternya, mungkin kalau unsur intrinsik ( bawaan sejak lahir ), tapi
sehendaknya kita sudah bias mempelajari unsur Ekstrinsik ( unsure luar/ unsure
rekayasa ) yaitu unsur yang berkenaan dengan material.
3.2 Saran
Demikianlah makalah ini maklah ini
saya susun, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
karena terbatasnya kemampuan dan pengetahuan. Namun, penulis telah berusaha
semaksimal mungkin dalam menyelesaikan makalah ini, oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dan bermanfaat
bagi penulis demi keasempurnaan makalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar